Selasa, 30 Januari 2018

ASAL MULA KOTA PURWODADI

Asal mula Kota PURWODADI 
asal mula kota purwodadi Kabupaten grobogan yang ibu kotanya di purwodadi, menurut perda kab. Grobogan no 11 tahun 1991 tentang penetapan hari jadi kabupaten grobogan hari jadinya senin kliwon, 21 jumadilakir 1650 saka atau 4 maret1726 Menurut sumber lainnya : Grobogan Hari jadi : 4 maret 1726 Tgl.qomaria : 1 rajab 1138 h Hari : senin 4 Pasaran : pahing 9 Umur pada tgl 08 november 2001 : 275 tahun, 8 bulan, 5 hari Bintang : pisces Wuku : wukir Shio : kuda Elemen : api (+) Chandra sengkala hari jadi grobogan adalah “kombuling cipto hangroso jati”. Surya sangkala hari jadi grobogan adalah “kridhaning hangga hambangun praja” Ceritanya pada saat itu susuhunan amangkurat iv mengangkat seorang abdi yang telah berjasa kepada sunan, Bernama NG. Wongsodipo menjadi bupati monconagari (taklukan raja) grobogan dengan nama rt martopuro pada 21 jumadilakir 1650 saka atau 4 maret1726. Dalam pengangkatan ini ditetapkan pula wilayah yang menjadi kekuasaannya yaitu : . Sela, teras karas, wirosari, santenan, grobogan, dan beberapa daerah di sukowati bagian utara bengawan sala (serat babad kartasura / babad pacina : 172 – 174). Oleh karena kota kartasura pada waktu itu sedang dalam keadaan kacau, maka rt martopuro masih tetap di kartasura. Sedang pengawasan terhadap daerah grobogan diserahkan kepada kemenakan sekaligus menantunya bernama rt suryonagoro (suwandi). Tugasnya menciptakan struktur pemerintahan kabupaten pangreh praja. Seperti adanya bupati patih, kaliwon, pamewu, mantri, dan seterusnya sampai jabatan bekel di desa – desa Dengan ibu kotanya di grobogan.tetapi pada tahun 1864 ibukota kabupaten grobogan pindah ke purwodadi Dipimpin oleh rt. Adipati martonagoro 1864 – 1875 dan sampai sekarang ibu kota kabupaten grobogan masih di kota purwodadi. Asal Nama Purwodadi – Grobogan Asal mula daerah (Purwodadi) itu disebut grobogan menurut cerita tutur yang beredar di daerah grobogan suatu ketika, pasukan demak di bawah pimpinan sunan ngundung & sunan kudus menyerbu ke pusat kerajaan mojopahit. Dalam pertempuran tersebut pasukan demak memperoleh kemenangan gemilang. Runtuhlah kerajaan mojopahit. Ketika sunan ngundung memasuki istana, dia menemukan banyak pusaka mojopahit yang ditinggalkan. Benda – benda itu dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam sebuah grobog, kemudian dibawa sebagai barang boyongan ke demak. Di dalam perjalanan kembali ke demak grobog tersebut tertinggal di suatu tempat karena sesuatu sebab. Tempat itu kemudian disebut grobogan. Dengan demikian menurut cerita di atas ” grobog” berarti tempat menyimpan senjata/ barang pusaka Peristiwa tersebut sangat mengesankan hati sunan ngundung. Sebagai kenangan, maka tempat tersebut di beri nama grobogan, yaitu tempat grobog.


PURWODADI SEBAGAI KOTA KABUPATEN GROBOGAN MEMPUNYAI ARTI  YAITU "PURWA" BERARTI "PERMULAAN" (JAWA : KAWITAN). "DADI" ARTINYA "JADI" (JAWA : DUMADI). JADI "YANG MULA - MULA JADI, PURWANING DUMADI : SANGKAN PARANING DUMADI. HAL INI DIKAITKAN DENGAN CERITA AJI SAKA DENGAN CARAKAN JAWA-NYA YANG MENGANDUNG AJARAN FILSAFAT HIDUP DAN KEHIDUPAN MANUSIA "MANUNGGALING KAWULA GUSTI", DARI SEJAK ASAL MULA MANUSIA DI DUNIA INI 
ASAL MULA DAERAH ITU DISEBUT GROBOGAN MENURUT CERITA TUTUR YANG BEREDAR DI DAERAH GROBOGAN SUATU KETIKA, PASUKAN DEMAK DI BAWAH PIMPINANSUNAN NGUNDUNG & SUNAN KUDUS MENYERBU KE PUSAT KERAJAAN MOJOPAHIT. DALAM PERTEMPURAN TERSEBUT PASUKAN DEMAK MEMPEROLEH KEMENANGAN GEMILANG. RUNTUHLAH KERAJAAN MOJOPAHIT. KETIKA SUNAN NGUNDUNG MEMASUKI ISTANA, DIA MENEMUKAN BANYAK PUSAKA MOJOPAHIT YANG DITINGGALKAN. BENDA - BENDA ITU DIKUMPULKAN DAN DIMASUKKAN KE DALAM SEBUAH GROBOG, KEMUDIAN DIBAWA SEBAGAI BARANG BOYONGAN KE DEMAK.
DI DALAM PERJALANAN KEMBALI KE DEMAK GROBOG TERSEBUT TERTINGGAL DI SUATU TEMPAT KARENA SESUATU SEBAB. TEMPAT ITU KEMUDIAN DISEBUT GROBOGAN. DENGAN DEMIKIAN MENURUT CERITA DI ATAS " GROBOG" BERARTI TEMPAT MENYIMPAN SENJATA/ BARANG PUSAKA.
PERISTIWA TERSEBUT SANGAT MENGESANKAN HATI SUNAN NGUNDUNG. SEBAGAI KENANGAN, MAKA TEMPAT TERSEBUT DI BERI NAMA GROBOGAN, YAITU TEMPAT GROBOG.

SEJARAH KI AGENG SELO

KI AGENG SELO
 Ada yang berbeda di pintu masuk Masjid Agung Demak. Di sana terdapat pintu yang dikenal dengan nama Lawang Bledheg (pintu petir) bertuliskan Candra Sengkala yang berbunyi "Nogo Mulat Saliro Wani", bermakna tahun 1388 Saka atau 1466 M.

Lawang Bledheg itu dihiasi ukiran berupa ornamen tanaman berkepala binatang bergigi runcing, sebagai simbol petir yang pernah ditangkap Ki Ageng Selo. Dalam kitab Babad Tanah Jawi disebutkan, Ki Ageng Selo adalah keturunan Raja Majapahit, Brawijaya V. Pernikahan Brawijaya V dengan Putri Wandan Kuning melahirkan Bondan Kejawen atau Lembu Peteng.

Lembu Peteng yang menikah dengan Dewi Nawangsih, putri Ki Ageng Tarub, menurunkan Ki Ageng Getas Pendawa. Dari Ki Ageng Getas Pendawa lahirlah Bogus Sogom alias Syekh Abdurrahman alias Ki Ageng Selo. Makam ki Ageng selo di desa Tawang, Purwodadi, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.

Sebagian masyarakat Jawa sampai saat ini apabila dikejutkan bunyi petir akan segera mengatakan bahwa dirinya adalah cucu Ki Ageng Selo, dengan harapan petir tidak akan menyambarnya.

“Masyarakat di Jawa, khususnya di pedesaan masih percaya pada mitos ini, bila terjadi petir berteriak sambil berkata, "Gandrik! Aku Putune Ki Ageng Selo" (“Gandrik, Aku cucu Ki Ageng Selo"). Mengatakan kalimat itu sambil  berdiri tegak dengan mengacungkan kepalan tangan ke langit,” ujar juru kunci makam Ki Ageng Selo, Priyo.

Cerita tentang penangkapan petir itu dituturkan dari mulut ke mulut, dari generasi ke generasi. Alkisah , suatu hari Ki Ageng Sela yang tinggal di desa Tawang , Purwodadi,  pergi ke sawah.
Hari itu sangat mendung, pertanda hari akan hujan. Tidak lama memang benar-benar hujan lebat turun.

Halilintar atau bledheg menyambar persawahan, membuat warga desa yang di sawah pontang panting menyelamatkan diri. Tetapi Ki Ageng Sela tetap mencangkul sawah. Tiba-tiba dari langit muncul petir menyambar Ki Ageng. Petir itu konon berwujud seorang kakek-kakek. Ia segera menangkap petir itu.

“Wahai, Kilat. Berhentilah mengganggu penduduk sekitar,” kata Ki Ageng Selo kepada petir yang berada di tangannya.

“Baiklah. Aku tidak akan mengganggu penduduk lagi, juga beserta anak-cucumu,” jawab petir.

Oleh Ki Ageng Selo petir itu kemudian diikat di pohon Gandrik. Lega hati penduduk desa,  mereka tidak takut lagi disambar petir jika ke sawah.  Penduduk desa menyambut Ki Ageng Selo penuh rasa haru dan menyalami tangannya dengan mencium tangannya.

Ia tetap meneruskan mencangkul sawahnya. Setelah hari sore, selesai mencangkul dia pulang sambil membawa petir tadi. Keesokan harinya dia ke Demak,  “ bledheg “dihaturkan kepada Sultan Trenggana di Demak.

Oleh Sultan Trenggana, “bledheg“ ditaruh didalam jeruji besi yang kuat dan ditaruh ditengah alun-alun. Banyak orang yang berdatangan untuk melihat ujud “bledheg“ itu.
Ketika itu datanglah seorang nenek-nenek dengan membawa air kendi. Air itu diberikan kepada kakek “ bledheg“ dan diminumnya.

Setelah minum terdengarlah menggelegar memekakkan telinga. Bersamaan dengan itu lenyaplah kakek dan nenek “bledheg” tersebut, sedang jeruji besi tempat mengurung kakek “bledheg” hancur berantakan.

Untuk mengenang kejadian itu, dibuat gambar kilat pada kayu berbentuk ukiran sebesar pintu masjid. Lantas mereka menyerahkannya kepada Ki Ageng Selo. Dengan senang hati Ki Ageng Selo menerimanya dan dipasang di pintu depan masjid Demak. Pintu itu masih bisa dilihat hingga sekarang.

Kisah yang menjadi legenda itu masih menjadi tanda tanya sampai sekarang. Kisah itu hanya sekedar dongeng atau sebuah cerita yang mempunyai makna yang tersirat.
Diketahui ternyata petir bisa meninggalkan jejak di tanah, mungkin dalam kisah itu tangkapan Ki Ageng Sela adalah jejak petir yang berupa batu petir (fulgurites) yang berbentuk seperti akar-akar atau tanaman yang tak beraturan. Maka, dalam cerita Ki Ageng Sela, dikisahkan bahwa petir bisa diikat. 

SEJARAH BLEDUG KUWU, PURWODADI GROBOGAN

SEJARAH BLEDUG KUWU



Bledug Kuwu adalah sebuah fenomena gunung api lumpur, seperti halnya yang terjadi di Porong, Sidoarjo. Tetapi sudah terjadi jauh sebelum jaman Kerajaan Mataram Kuno (732M – 928M). Terletak di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan (Purwodadi). Tempat tersebut dapat ditempuh kurang lebih 28 km ke arah timur dari kota Purwodadi. 


Obyek yang menarik dari Bledug Kuwu ini adalah letupan-letupan lumpur yang mengandung garam dan berlangsung antara dua hingga tiga menit dengan diameter ± 650 meter. Secara etimologi, nama Bledug Kuwu berasal dari Bahasa Jawa. Yaitu bledug yang berarti ledakan/ meledak dan kuwu yang diserap dari kata kuwur yang berarti lari/ kabur/ berhamburan.




Menurut sejarah asal usul nama Bledug Kuwu, yaitu sebuah kawah lumpur (bledug) yang berlokasi di Kuwu. Kawah tersebut secara berkala melepaskan lumpur mineral, dalam bentuk letupan besar (setinggi hingga 2 m). Oleh penduduk setempat, lumpur ini dimanfaatkan mineralnya untuk pembuatan konsentrat garam, yang disebut bleng dan dipakai dalam pembuatan kerupuk karak.


Legenda yang beredar turun temurun, Bledug Kuwu terjadi karena adanya lubang yang menghubungkan tempat itu dengan Laut Selatan (Samudera Hindia). Konon lubang itu merupakan jalan pulang Joko Linglung dari Laut Selatan menuju kerajaan Medang Kamulan, setelah mengalahkan Prabu Dewata Cengkar yang telah berubah menjadi buaya putih di Laut Selatan. Joko Linglung konon bisa membuat lubang tersebut. Karena dia bisa menjelma menjadi ular naga yang merupakan syarat, agar dia diakui sebagai anaknya Raden Ajisaka.


Sejarah Waduk Kedung Ombo Purwodadi

Sejarah Waduk Kegung Ombo Grobogan - Jawa Tengah
PURWODADI 

Sejarah Waduk Kedung Ombo
Pada tahun 1985 pemerintah merencanakan membangun waduk baru di Jawa Tengah untuk pembangkit tenaga listrik berkekuatan 22,5 megawatt dan dapat menampung air untuk kebutuhan 70 hektar sawah disekitarnya. 



Pembangunan Waduk Kedung Ombo ini dibiayai USD 156 juta dari Bank Dunia, USD 25,2 juta dari Bank Exim Jepang, dan APBN, dimulai tahun 1985 sampai dengan tahun 1989.

Waduk mulai diairi pada 14 Januari 1989. Menenggelamkan 37 desa, 7 kecamatan di 3 kabupaten, yaitu Sragen, Boyolali, Grobogan. Sebanyak 5268 keluarga kehilangan tanahnya akibat pembangunan waduk ini.

Kasus Kedung Ombo
Ketika sebagian besar warga sudah meninggalkan desanya, masih tersisa 600 keluarga yang masih bertahan karena ganti rugi yang mereka terima sangat kecil. Mendagri Soeparjo Rustam menyatakan ganti rugi Rp 3.000,-/m², sementara warga dipaksa menerima Rp 250,-/m². 

Warga yang bertahan juga mengalami teror, intimidasi dan kekerasan fisik akibat perlawanan mereka terhadap proyek tersebut. Pemerintah memaksa warga pindah dengan tetap mengairi lokasi tersebut, akibatnya warga yang bertahan kemudian terpaksa tinggal ditengah-tengah genangan air.

Romo Mangun bersama Romo Sandyawan dan K.H. Hammam Ja’far, pengasuh pondok pesantren Pebelan Magelang mendampingi para warga yang masih bertahan di lokasi, dan membangun sekolah darurat untuk sekitar 3500 anak-anak, serta membangun sarana seperti rakit untuk transportasi warga yang sebagian desanya sudah menjadi danau.

Waduk ini akhirnya diresmikan oleh Presiden Soeharto, tanggal 18 Mei 1991, dan warga tetap berjuang menuntut haknya atas ganti rugi tanah yang layak.
Tahun 2001, warga yang tergusur tersebut menuntut Gubernur Jawa Tengah untuk membuka kembali kasus Kedung Ombo dan melakukan negosiasi ulang untuk ganti-rugi tanah. Akan tetapi, Pemda Propinsi dan Kabupaten bersikeras bahwa masalah ganti rugi tanah sudah selesai. Pemerintah telah meminta pengadilan negeri setempat untuk menahan uang ganti rugi yang belum dibayarkan kepada 662 keluarga penuntut.
Gఱఱ



Kegunaan Waduk Kedung Ombo
Seiring dengan dibangunya Waduk Kedung Ombo pasti direncanakan untuk mempunyai banyak fungsi, dan kegunaan-kegunaan dari waduk kedung ombo adalah :
1. Untuk di bagun pembangkit tenaga listrik berkekuatan 22,5 megawatt.
2. Untuk di bangun saluran irigasi untuk Mengairi kebutuhan 70 hektar sawah disekitarnya.
3. dan selain 2 kegunaan diatas masih ada lagi kegunaan dari waduk kedung ombo, yaitu sebagai tempat wisata, waduk kedung ombo merupakan sebuah waduk yang mempunyai fungsi sebagai tempat wisata, biasanya di akhir pekan banyak keluarga-keluarga yang menghabiskan waktu akhir pekan mereka di waduk kedung ombo.

Dan yang paling ramai adalah ketika lebaran ketupat biasanya disana diadapan pertunjukan seni dangdut yang pastinya mengundang daya tarik para warga disekitar waduk kedung ombo.
akses menuju waduk kedung ombo juga tidak susah, bisa di tempuh dengan kendaraan bis umum jurusan Purwodadi-Solo.
Gambar Untuk Waduk Kedung


Selasa, 23 Januari 2018

Sejarah Simpang Lima Purwodadi

           Simpang Lima Purwodadi




Simpang lima Purwodadi dan menaranya disebut sebut juga sebagai lambang dari grobogan


Peresmian menara simpang lima pada tahun 1981, menurut kebanyakan orang juga ada kalo tahun 1975 menara simpang lima sudah ada, mungkin saja menara ini sudah lama dibangun tapi baru diresmikan 6 tahun kemudian, pernah dengar juga karena air bersih susah di dapat di purwodadi maka menara simpang di bangun



Foto simpang lima purwodadi tahun sekarang ini, kebanyakan orang memanggil simpang lima adalah purwodadi kota, karena sekarang disekitar simpang lima sudah banyak bangunan-bangunan modern dan menjadi pusat kota di grobogan





Berikut adalah foto foto lawas yang kudapatkan dari blog lain, kurang tahu tahun berapa foto ini diambil, bisa dilihat masih ada jalan kereta api di dekat menara air dan jalan kereta itu sampai sekarang masih ada, mungkin saja foto ini di ambil tahun 80an



Kalo kita bandingkan tempatnya saya kira seperti ini foto zaman dulu dengan sekarang  :)
 22.47   1 Comments


Simpang lima Purwodadi dan menaranya disebut sebut juga sebagai lambang dari grobogan


Peresmian menara simpang lima pada tahun 1981, menurut kebanyakan orang juga ada kalo tahun 1975 menara simpang lima sudah ada, mungkin saja menara ini sudah lama dibangun tapi baru diresmikan 6 tahun kemudian, pernah dengar juga karena air bersih susah di dapat di purwodadi maka menara simpang di bangun



Foto simpang lima purwodadi tahun sekarang ini, kebanyakan orang memanggil simpang lima adalah purwodadi kota, karena sekarang disekitar simpang lima sudah banyak bangunan-bangunan modern dan menjadi pusat kota di grobogan





Berikut adalah foto foto lawas yang kudapatkan dari blog lain, kurang tahu tahun berapa foto ini diambil, bisa dilihat masih ada jalan kereta api di dekat menara air dan jalan kereta itu sampai sekarang masih ada, mungkin saja foto ini di ambil tahun 80an




Kalo kita bandingkan tempatnya saya kira seperti ini foto zaman dulu dengan sekarang  :)

ASAL MULA KOTA PURWODADI

Asal mula Kota PURWODADI  asal mula kota purwodadi Kabupaten grobogan yang ibu kotanya di purwodadi, menurut perda kab. Grobogan no...